Skip to content Skip to navigation

KEPUSTAKAWANAN, MASALAH SOSIAL, dan EPISTEMOLOGI SOSIAL - (bagian 3 dari 7)

KEPUSTAKAWANAN, MASALAH SOSIAL, dan EPISTEMOLOGI SOSIAL - (bagian 3) - oleh : Putu Laxman Pendit
_____
early warning tulisan ini adalah yang ke-3, sehingga sangat dianjurkan untuk membaca dua tulisan sebelumnya, sambil terus mengingat nasihat emak, "Rajin membaca, pangkal kaya ... eh pangkal pandai, ding...
_____
Di bagian kedua, kita sudah memperjelas bahwa Ilmu Sosial mempelajari objek yang berbeda dari Ilmu Pasti Alam dan Humaniora. Dengan demikian, cara Ilmu Sosial mempelajari objeknya untuk mendapatkan pengetahuan, tentu berbeda dari ilmu lainnya. Perbedaan ini tidak lah sederhana, dan ini yang akan kita bicarakan sekarang.
Sebagai Ilmu Sosial, tentu saja Ilmu Perpustakaan dan Informasi (IP&I) 'mewarisi' sifat-sifat dan kerumitan ilmu yang memperlajari perilaku dan interaksi manusia. Mengapa begitu? Apa saja keribetan-keribetan ilmu-ilmu sosial?
-RIBET PERTAMA- , karena ilmu ini kan terdiri dari manusia (seperti halnya semua ilmu lainnya), dan sebagai manusia maka ilmuwan maupun yang belum jadi ilmuwan (misalnya, yang masih mahasiswa dan udah lamaaaa ... banget gak lulus-lulus) itu sendiri berperilaku dan berinteraksi dengan manusia lainnya.
Jadi, ilmu sosial sebenarnya adalah juga perilaku manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya untuk mengamati, mempelajari, dan memahami perilaku manusia lain yang berinteraksi dengan manusia lainnya, termasuk perilaku dirinya sendiri.
Sebab sangat besar kemungkinannya, ilmu sosial memperhatikan perilaku ilmuwan-ilmuwannya sendiri ketika berinteraksi dengan ilmuwan lainnya, SAMBIL mengamati perilaku manusia lain ketika berinteraksi dengan manusia lain, termasuk dengan ilmuwan yang sedang menelitinya.
Nah... kan....
Manusia-manusia yang terlibat IP&I (ilmuwan, peneliti, dosen, mahasiswa) memperhatikan bagaimana manusia-manusia yang terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan pustaka dan informasi; termasuk memperhatikan perilaku pustakawan, atau arsiparis, atau dokumentalis, atau rekod manajer, atau ... entah siapa dan apa lagi.... banyak banget!
Perilaku-perilaku manusia-manusia pustakawan, manusia arsiparis, manusia dokumentalis, manusia manajer-rekod, dan sebagainya itu juga berkaitan (berinteraksi) dengan manusia-manusia lain, entah itu manusia-pengguna-perpustakaan, manusia pencari dokumen, manusia pembenci pustakawan (ada lho... hehehe), dan sebagainya...
Apakah perilaku yang dimaksud ini adalah perilaku dalam bekerja di perpustakaan, di pusat arsip, di pusat dokumentasi? Iya.
Tapi "perilaku dalam bekerja" ini tidak sama dengan "mekanisme dan teknik bekerjanya"... . Di sini ada unsur keribetan kedua yang menjadi "warisan" ilmu-ilmu sosial.
-RIBET KEDUA- Pengamatan atau penelitian atau pengkajian perilaku dan interaksi manusia dalam Ilmu Sosial seringkali bertujuan mengungkapkan (atau menjawab pertanyaan) "mengapa ... oh, mengapa... manusia berperilaku seperti itu"? Bukan cuma apa dan bagaimana manusia berperilaku seperti yang dilakukannya secara terus menerus dan berulang-ulang?
Mengapa manusia menyerobot lampu merah dan menyalakan lampu sein kiri padahal belok kanan? - itu contoh pertanyaan yang harus dijawab Ilmu Sosial ...
Mengapa manusia-pustakawan membuat katalog dengan langkah-langkah yang teratur, terpola, terpandu, sistematis, menggunakan alat-alat tertentu? - itu contah pertanyaan yang harus dijawab IP&I
Dan ketika harus menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itulah, Ilmu Sosial seharusnya TIDAK CUMA memperhatikan perilaku yang tertampak, tidak cuma gerak-gerik seseorang di suatu tindakan tertentu, melainkan semua hal atau aspek yang mungkin mendorong, menghalangi, membelokkan, mengubah, perilaku manusia ketika berinteraksi dengan manusia lainnya.
Kalau kita membaca usul Shera dan Egan untuk menggunakan teori Epistemologi Sosial dalam kegiatan yang terkait bibliografi, niscaya kita akan melihat ciri-ciri Ilmu Sosial, yaitu bahwa teori ini:
(a) BUKAN tentang kegiatan bidang bibliografi itu sendiri, bukan tentang mekanisme, teknik, prosedur ketika membuat katalog atau indeks atau pangkalan-data berisi sarana temu-kembali, melainkan:
(b) MENGAPA atau untuk apa? manusia-pustakawan itu menjalankan (dengan patuh) mekanisme, teknik, prosedur, dan seterusnya itu, dan juga :
(c) PIHAK LAIN mana atau siapa lagi? yang terkait dengan kegiatan bibilografi itu, termasuk apakah pihak-lain tersebut punya kaitan denga pihak-pihak lain lagi di luar lingkup pekerjaan manusia-pustakawan yang sedang tekun membuat katalog.
Dari tiga ciri tersebut, kita dapat melihat keribetan ketiga jika yang menjadi warisan Ilmu Sosial:
- RIBET KETIGA - untuk menjawab pertanyaan 'mengapa, oh mengapa begitu' di atas, Ilmu Sosial harus berurusan langsung dengan apa yang dipikirkan, dirasakan, disimpulkan, diingat-ingat oleh manusia-manusia yang perilakunya sedang diamati. Ini bukan urusan sembarangan, lho... sebab menyangkut keragaman dan rentang kemungkinan yang sangat kompleks.
Kita tentu tahu, pikiran dan perasaan manusia adalah sebuah arena dan fenomena yang tidak pernah mudah dapat kita pahami, bahkan kalau pun pikiran itu dimiliki oleh orang yang sudah sangat kita kenal. Ya, kan?!
Nah.. apalagi kalau orang yang sedang ingin kita ketahui pikirannya itu tidak kita kenal sebelumnya, atau baru kita kenal ketika kita baru ingin tahu tentangnya. Repot, sungguh. Sama repotnya dengan ketika seseorang harus 'nembak' dan menyatakan cintanya di bawah langit mendung dan angin sepoi-sepoi menerpa wajah....
Sudah sejak Ilmu Sosial resmi menjadi ilmu, aspek manusia yang berhubungan dengan pikiran, perasaan, sikap, motivasi, dan sebagainya, dan seterusnya... selalu merupakan aspek yang paling rumit dalam penelitian. Apalagi aspek ini juga tidak pernah berdiri sendiri.
Apa yang ada di pikiran dan perasaan seseorang seringkali juga merupakan hasil interaksinya dengan manusia lain, dan interaksi ini seringkali sudah berlangsung lama sehingga kadang perlu dilacak asal-usulnya kalau kita benar-benar ingin tahu apa yang ada dalam pikiran dan perasaan seseorang.
Demikian pula teori Epistemologi Sosial yang digunakan di IP&I atas usulan Shera dan Egan, bukan lah sebuah pemikiran "sederhana" yang dapat direduksi menjadi, misalnya, persoalan bekerja di perpustakaan saja, atau persoalan menjalankan prosedur pembuatan katalog yang baik saja, atau hanya persoalan cara yang paling efektif dalam mencari informasi.
Kita akan bicarakan ini lebih lanjut di tulisan berikutnya. Mudah-mudahan Anda masih tertarik mengikutinya, walau tulisan ini tak punya kaitan langsung dengan kelulusan Anda sebagai mahasiswa ... atau dengan peluang Anda mendapat pekerjaan bergaji besar setelah lulus

Bagian 4

Sumber: https://www.facebook.com/631103700433496/posts/1749180888625766/