Skip to content Skip to navigation

Kompetensi Yang Berubah: Perspektif Praktisi Informasi

Oleh Yogi Hartono

 

Saya sudah bekerja sebagai profesional imformasi lebih dari 20 tahun. Bekerja di beberapa perusahaan, seperti jobsdb. com, Trans TV, TvB Hongkong serta CNN. Terakhir saya berprofesi sebagai digital asset manager, sebuah profesi baru "penggabungan" perpustakaan, arsip dan teknologi informasi. Sama halnya dengan pustakawan dan arsiparis, pada profesional pengelola aset digital berfokus mengola konten born digital sebagai representasi aset digital.

Mungkin karena itu pula, beberapa waktu yang lalu, saya diundang oleh Kaprodi Jurusan ilmu perpustakaan dan Informasi Unpad, Dr Ute Lies Khadijah. Saya didapuk menjadi "pembicara tamu", didepan para dosen di lingkungan Jip Unpad tentang aset digital. Sebuah napak tilas karena setelah 20 tahun, saya ke ruang Oemi Abdurahman, tempat saya disidang skripsi dulu.

Selain di Unpad, saya juga pernah diundang oleh Jurusan Perpustakaan UI (DIPI) untuk memberikan saran tentang kurikulum perkuliahan. Sementara saya pernah memberi kuliah umum di Universitas Brawijaya Malang, UGM, IPB, dan lain lain, tentang bidang ini kepada mahasiswa.

Tulisan ini tidak akan membedah secara detil tentang aspek kompetensi seorang profesional informasi, termasuk kompetensi digital arsiparis ataupun pustakawan digital. Tapi lebih kepada perubahan pola skill dan kompetensi profesional yang sangat cepat dan dinamis, di perkembangan teknologi digital dari perspektif praktisi. dan, ada pergeseran pola. Dari yang tadinya skill dan kompetensi yang cenderung spesialis, berubah jadi multiskill serta kolaboratif.

Saya pernah menjadi spesialis alih media ketika fase analog. Klien sangat bergantung dengan skill saya. Pada titik ini saya merasa kemampuan saya sangat dibutuhkan. Tapi ketika gelombang digitalasi mendistrupsi, meluluhlantakkan ruang analog, saya harus beradaptasi dengan cepat untuk menguasai proses workflow digitalisasi dari hulu ke hilir. Skill lama saya yang menjulang dengan mudahnya "digantikan" oleh teknologi. Di era digital, proses teknis menjadi lebih mudah. Saya harus cepat beradaptasi untuk lebih menguasai skill dan kompetensi digital baru yang lebih kolaboratif. Para profesional tidak lagi memposisikan dirinya sebagai pendukung atau supooring lembaga penaung. Tapi berkolaborasi dengan sub sistem lain sebagai mitra.

Menurut Brand Folder, berbagai manfaat yang dapat dituai perusahaan jika menggunakan digital asset management adalah seperti berikut:

  • Mampu menemukan aset digital dengan cepat
  • Menjadikan navigasi aset menjadi proses yang sederhana dan intuitif
  • Membantu perusahaan dalam menghindari pembuatan ulang konten digital
  • Membantu perusahaan untuk menggunakan semua aset mereka
  • Memungkinkan perusahaan untuk mengakses dan berbagi file kapan pun, di mana pun, dan di perangkat apa pun
  • Membantu perusahaan untuk membuat dan mengomunikasikan aset digital dari satu sumber
  • Memudahkan pendistribusian konten perusahaan ke berbagai saluran, termasuk media sosial, pasar pihak ketiga, dan banyak lagi
  • Menjaga konsistensi brand perusahaan
  • Mengidentifikasi peluang untuk menggunakan kembali aset digital yang ada
  • Menganalisis kinerja aset, di mana mereka digunakan, dan siapa yang menggunakannya

 

Elang atau Bangau ?

Analogi sederhana tentang kepiawaian seorang spesialis dan multiskill bisa kita representasikan pada 2 ekor burung: elang dan bangau dalam bertahan hidup di alam.

Elang dalam rantai ekosistem berada di puncak. Sebagai burung predator dia hidup dari memangsa buruannya dengan kemampuan terbang tinggi, cepat dan cakar tajam. Elang cenderung hidup penyendiri, hewan yang punya spesialis pemburu dan mengandalkan kompetensi dominannya terbang melayang dengan cepat. Meski demikian dalam kenyataannya, populasi elang semakin langka dan terancam punah tidak bisa bertahan hidup.

Burung Bangau tidak punya skill kecepatan terbang dan cakar yang dominan. Untuk bertahan hidup dia mencari makan secara kolektif bergerombol. Bangau punya multi skill. Bisa terbang meski tidak secepat elang. Bisa berkomunikasi dengan komunitasnya. Bisa menyelam ketika memburu ikan di kolam. Bisa menggunakan kakinya berjalan di sawah. Bisa kreatif mengembangkan sayap untuk menutup sinar matahari agar ikan berkumpul dibawahnya. Trik memanciñ ikan. Bangau punya banyak skill untuk hidup di ekosistemnya.

Ya, Elang lebih tangguh dari bangau jika bertarung head to head. Tapi kenapa Elang merupakan burung langka yang hampir punah, sementara Bangau masih sering kita lihat di sawah sawah? Mengapa yang kuat tidak dapat bertahan hidup ?

Jawabnya adalah kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis dan cepat berubah.

Lantas, apakah skill kompetensi profesional informasi juga mengalami perubahan seiring perkembangan teknologi?

Kemampuan Multi Skill Profesional Informasi

Saya adalah saksi profesional  adanya perubahan pola kompetensi seorang profesional pada era born digital. Jika pada arsiparis atau pustakawan  tradisional, kemampuan spesialis tiap tiap unit sangat dibutuhkan, di era digital kemampuan softskill kolaboratif serta kemampuan multi skill lebih berperan.

Tentang nuansa multiskill ini, pakar pedagogi Jenny Xue, mengungkapkan:

"setiap skill yang ada dan terus terbentuk memberi warna baru bagi skill-skill lainnya. Perpaduan skill dan sudut pandang jelas memberi berbagai nuansa, sehingga perspektif jadi lebih mendalam"

Jenny melanjutkan:

"Mereka yang mempunyai multidisplin akan memandang sesuatu dari berbagai perspektif yang terkadang tidak disangka sebelumnya. Juga lebih holistik dan komprehensif. Bagaikan prisma, sudutnya semakin banyak sehingga pancaran warna juga lebih beragam".

Kompetensi pada ekosistem digital lebih mengutamakan soft skill  kolaboratif, berpikir kritis dalam mengambil kebijakan, berkomunikasi secara literat, melakukan advokasi serta coaching, mampu beradaptasi dengan cepat dan cerdas. Sementara kompetensi teknisnya menjadi lebih multi skill. Mungkin ini dipengaruhi oleh ekosistem kerja digital yang lebih terintegrasi diantara sub sistemnya saling terkait satu kesatuan.

Saya kasih gambaran tugas seorang jurnalis atau wartawan media cetak, media online dan media digital. Sengaja saya kasih contoh awal profesi diluar arsiparis atau pustakawannya biar lebih mudah dicerna.

Kompetensi teknis jurnalis media cetak lebih sederhana. Harus punya kemampuan menulis berita yang kemudian diterbitkan tercetak. Tugas mengedit, mencetak, sirkulasi, mengandalkan bagian lain. So dibutuhkan banyak sekali sumber daya manusia. Jurnalis di era digital harus punya kompetensi multi skill. Selain harus punya kemampuan menulis konten berita, dia harus mengedit teknis gambar atau videonya. Jurnalis media digital dibekali laptop yang terhubung ke sistem big data. Kompetensi teknis mengirim data via satelit atau streaming data internet juga dibutuhkan. Selain itu kompetensi melengkapi metadata berkolaborasi dengan arsiparis atau pustakawannya. Jurnalis media digital tidak membutuhkan banyak personel seperti pada era analog yang butuh aktifitas kroyokan untuk mengerjakannya. Tugas liputan yang tadinya dikerjakan oleh 5 orang bisa dihandel 1 orang.

Bagaimana dengan kompetensi profesional informasi di era digital ?

Seperti analogi kompetensi  jurnalis, profesi pustakawan dan arsiparis juga berubah. Ada skil dan kompetensi tambahan kolaboratif untuk bekerja dalam ekosistem yang terintegrasi.

Basic skill repositori kearsipan atau kepustakawanan dengan nuansa digital mandatori hukumnya diajarkan di bangku kuliah jurusan kearsipan atau pustakawan. Sekolah kepustakawanan dan kearsipan gak boleh lagi resisten dengan mata kuliah baru. Perubahan kurikulum yang lebih progresif harus dilakukan oleh institusi pembentuk calon pustakawan dan arsiparis.

Seorang profesional informasi digital harus mempunyai kompetensi tambahan. Untuk lebih memudahkan mengingat: SAPI.

Sapi disini bukan seekor lembu, tapi sebuah akronim skil kompetensi tambahan bagi jurusan perpustakaan dan informasi.

Apa itu kompetensi dasar SAPI ?

- Storage :

Segala hal yang berkaitan dengan penyimpanan data

- Akses Data:

Apapun yang terkait teknis mengakses data

- Preservasi Data:

Segala sesuatu yang berkaitan dengan pemeriharaan datanya.

- Ingesting & Restoring:

Semua yang berkaitan dengan pengunggahan dan pengunduhan datanya.

 

 

Selain kompetensi diatas, ada kompetensi dasar memonitor dan melakukan standar kualitas serta mengedit video dengan sederhana. Sudah saatnya sekolah kearsipan dan perpustakaan memberi kesempatan kepada profesional dilapangan untuk berbagi pengalaman dan memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang praktek kerja yang sangat dinamis.

Semakin banyak warna dalam satu lukisan, semakin indah. Demikian pula dalam diri kita. Setiap skill membawa satu warna dalam pikiran kita. Semakin banyak skill, maka semakin indah pikiran kita dalam kompleksitas dan kesederhanaan berpikir.

Yogi H,

Ketua P3RI - Anggota Komtek Kearsipan  dan mantan Tim Ahli ISIPII