Skip to content Skip to navigation

Pendefinisian Ulang Peran Perpustakaan Riset dan Perguruan Tinggi Dalam Era Open Science

Kegiatan penelitian yang dilakukan baik oleh perguruan tinggi maupun lembaga riset di berbagai belahan dunia saat ini semakin intensif dalam memanfaatkan ketersediaan data digital baik yang bersifat terbuka untuk publik maupun data yang tersedia dengan akses terbatas. Berbagai disiplin ilmu pun telah memanfaatkan data digital sebagai dasar dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan secara kolektif. Bila kita berkaca dalam penanganan pandemi covid-19 yang melanda berbagai belahan dunia, percepatan pengembangan ilmu pengetahuan melalui penemuan vaksin didorong dengan kolaborasi penelitian dengan memanfaatkan platform berbagi data global seperti GISAID (https://www.gisaid.org/about-us/mission/).

Penemuan vaksin yang sebelumnya memerlukan waktu yang bisa lebih dari 10 tahun, dapat diakselerasi dengan praktik berbagi data penelitian yang merupakan implementasi dari prinsip sains terbuka (Open Science). Berbagai ilmuwan pada bidang Biologi Molekuler maupun kesehatan dapat memanfaatkan data sequencing genetika, data epidemiologi, maupun uji klinis yang dihasilkan oleh berbagai negara dalam  platform data terbuka tersebut untuk memahami secara jauh lebih komprehensif bagaimana suatu virus menyebar dan berevolusi pada masa pandemi maupun epidemi karena ketersediaan data yang mampu menjangkau fenomena diberbagai negara di Dunia.  dengan ketersediaan data tersebut, upaya peneliti dalam memahami bagaimana karakter dari virus ataupun wabah tertentu dapat dilakukan dengan jauh lebih cepat dan akurat. Hal ini tidak mungkin dilakukan pada masa lampau dimana dukungan teknologi informasi dan infrastruktur pengelolaan data penelitian masih belum digunakan secara masif di berbagai belahan dunia.

Saat ini dengan semakin banyak tersedianya infrastruktur penyimpanan dan pengelolaan data penelitian, potensi kolaborasi penelitian menjadi semakin mudah dilakukan. Dengan beragam manfaat dari praktik data terbuka dan berbagi data, serta berkaca keberhasilan kolaborasi multipihak dari beragam lintas keilmuan serta lintas negara dalam penanganan pandemic, UNESCO suatu badan organisasi di bawah perserikatan bangsa – bangsa yang membidangi urusan pendidikan dan ilmu pengetahuan dan kebudayaan  melahirkan rekomendasi sains terbuka (UNESCO recommendation on open science)1. Rekomendasi tersebut bertujuan untuk menyamakan persepsi terkait pentingnya sains terbuka (Open Science) melalui berbagai kebijakan dan praktik yang dapat diadopsi oleh negara anggotanya termasuk Indonesia. Rekomendasi sains terbuka berisi tentang bagaimana negara anggota dapat memiliki pemahaman nilai dan prinsip serta standar yang sama pada skala global dan disaat yang bersamaan dapat mempraktikan baik di level regional, nasional, institutional, serta individual. 

Salah satu rekomendasi tersebut adalah dorongan kepada negara anggota termasuk Indonesia untuk mengadopsi perihal bagaimana negara anggota dapat mempromosikan terkait manfaat dari sains terbuka, kemudian bagaimana dapat mengembangkan kebijakan yang mendorong lingkungan sains terbuka, serta mendorong kerjasama antar pihak terkait sains terbuka serta mereduksi kesenjangan teknologi digital, dan kesenjangan pengetahuan dalam konteks sains terbuka.

Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia serta komunitas global, kontribusi para praktisi professional di bidang perpustakaan dan kelembagaan perpustakaan baik di perguruan tinggi dan lembaga riset sudah sepatutnya berperan aktif dalam mendorong adopsi rekomendasi sains terbuka di Indonesia. Ada beberapa alasan mendasar mengapa perpustakaan dan pustakawan perlu lebih proaktif dalam mengawal rekomendasi tersebut untuk menjadi langkah konkrit :

  1. Indonesia sebagai negara dengan anggaran riset  yang bersumber dari negara yang relatif kecil bila dibandingkan negara tetangga di Asia, sepatutnya melakukan optimalisasi keluaran penelitian baik berupa data maupun karya penelitian melalui praktik data terbuka maupun berbagi data penelitian. praktik data terbuka ataupun data sharing dapat mempercepat pemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia dimana peneliti tidak perlu melakukan pengulangan kegiatan pengumpulan data untuk suatu area riset yang sama. Pemanfaatan data secara bersama juga dapat mendorong efisiensi dalam hal pendanaan riset yang dapat dialokasikan untuk keperluan yang jauh lebih penting seperti misalnya bagaimana kemudian untuk bisa dialokasikan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui program belajar ke jenjang yang lebih tinggi.
  1. Perpustakaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang – undang 43 tahun 2007 tentang perpustakaan memiliki fungsi sebagai wahana pendidikan dan penelitian, sesuai dengan asas keterbukaan, kemitraan dalam rangka meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa Indonesia. Mandat tersebut secara eksplisit selaras dengan rekomendasi UNESCO menjelaskan bagaimana kewajiban bagi para pelaku di bidang perpustakaan sebagai bagian dari komunitas di level nasional dan global dapat membangun kemitraan dalam adopsi rekomendasi tersebut dalam rangka pemajuan ilmu pengetahuan yang tentunya akan berdampak pada keberdayaan bangsa  pada akhirnya.
  1. Perpustakaan sebagai institusi yang memiliki kemitraan yang luas dengan berbagai segmen pengguna, sudah sepatutnya melakukan advokasi kebijakan sebagaimana asas perpustakaan yang tertuang dalam mandat pada undang – undang perpustakaan. Kebijakan tersebut dapat menjadi panduan dalam operasionalisasi bagaimana pengguna perpustakaan beserta dengan komunitasnya dapat membangun komunitas epistemik yang lebih terbuka melalui berbagai inisiatif praktik sains terbuka.
  1. Pustakawan sebagai profesional yang bekerja pada bidang informasi dan pengetahuan tentunya memiliki kewajiban moral dalam menjamin akses terbuka terhadap pengetahuan dalam beragam bentuk dan formatnya yang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi. Disisi lain, proteksi terhadap informasi maupun data sensitive juga perlu mendapat pertimbangan khusus dalam pemberian akses tersebut.
  1. Hampir seluruh perpustakaan di negara maju baik yang berada di dalam perguruan tinggi maupun lembaga riset  telah banyak yang mendorong praktik sains terbuka melalui advokasi kebijakan maupun penyediaan layanan yang membantu pengguna untuk mendiseminasikan hasil riset dan inovasi kepada khalayak. Hal ini tentunya sesuai dengan prinsip kerja perpustakaan dalam menyediakan informasi yang dihasilkan oleh lembaga induk seluas – luasnya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

Dari beberapa alasan tersebut, menurut penulis perpustakaan dan pustakawan pada perguruan tinggi di Indonesia dan lembaga riset secara spesifik perlu segera menyesuaikan diri dengan berbagai perluasan peran yang memang sedang aktual terjadi. Perluasan peran ini tidak lain sangat perlu didorong agar kebermanfaatan perpustakaan dapat menjadi lebih besar lagi dan memberikan dampak yang jauh lebih signifikan daripada kondisi yang eksisting ada dalam konteks pemajuan ilmu pengetahuan. Terdapat berbagai peran yang dapat segera dieksekusi tanpa harus menunggu peraturan dari lembaga induk maupun aturan dari pemerintah karena sejatinya eksistensi dan kontribusi dari bidang ini hanya akan lahir dengan adanya inisiatif dalam membangun layanan yang memang dibutuhkan pengguna di era sekarang ini. Lebih penting lagi, para professional pustakawan juga bagaimana kemudian perlu secara lebih proaktif lagi  dalam mengarusutamakan prinsip sains terbuka melalui beragam aksi nyata seperti pengembangan kebijakan sesuai dengan level kelembagaan dengan mengadopsi rekomendasi dari UNESCO dimana Indonesia merupakan country member dari organisasi tersebut yang tentunya sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan lembaga.

Peran apa saja yang dapat dilakukan perpustakaan dan pustakawan ? kita tunggu ulasan berikutnya

CT

1https://en.unesco.org/science-sustainable-future/open  science/recommendation

Kredit Foto: Janko Ferlic