Skip to content Skip to navigation

Organisasi perpustakaan dan kepustakawanan di Indonesia beraudiensi dengan DPR RI

Jakarta (ISIPII) - Tiga organisasi kepustakawanan di Indonesia melakukan audiensi dengan salah satu Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, di Gedung DPR RI,  Jakarta, Selasa (12/04/2016). Ketiga organisasi tersebut adalah Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Ilmu Perpustakaan Indonesia (APTIPI), Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII), dan Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI).

Dalam kesempatan tersebut setiap perwakilan organisasi diberikan waktu untuk menyampaikan sikap dan pendapatnya tentang perkembangan dan permasalahan di dunia perpustakaan Indonesia saat ini.

Dari APTIPI yang diwakili oleh ketuanya, Wina Arwina, menyampaikan tentang pemanfaatan memori kolektif nasional. Saat ini kita sudah mempunyai institusi-institusi memori, seperti Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, dan Museum Nasional. Namun pemanfaatannya untuk pengambilan keputusan para penyelenggara negara menurutnya masih kurang. Karena itu kita memerlukan suatu upaya yang menyatukan secara kolektif semua repositori tersebut dalam satu wadah dan mudah diakses. "Perpustakaan DPR RI bisa saja mengambil peran ini," menurut Wina.

Untuk masalah pembangunan Perpustakaan DPR RI, Wina menyarankan sebaiknya didahului sebuah riset terhadap pola pencarian informasi yang dilakukan oleh anggota DPR RI. Hasil riset ini nantinya akan menentukan apa yang perlu diubah atau ditambah dari sisi pelayanan Perpustakaan DPR RI.

Selain itu program Calon Pustakawan Tingkat Ahli (CPTA) yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional perlu dievaluasi. Karena saat ini sudah banyak program studi perpustakaan yang setiap tahunnya meluluskan kurang lebih 1000 lulusan Ilmu Perpustakaan di seluruh Indonesia. Menurut Wina, walaupun peserta CPTA ini adalah sarjana, mereka memiliki dasar filosofi yang berbeda dengan yang asli lulusan Ilmu Perpustakaan.

Farli Elnumeri, Presiden ISIPII, menyinggung pelaksanaan Undang-Undang No. 4 Tahun 1990 Tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Menurutnya Perpustakaan Nasional belum menjalankan amanat undang-undang ini dengan optimal. Karena ternyata bahkan masih banyak terbitan pemerintah yang tidak ada di Perpustakaan Nasional. "Sampai saat ini Perpustakaan Nasional belum pernah ke pengadilan mengusulkan ada penerbit yang tidak menjalankan undang-undang ini," kata Farli. Padahal di undang-undang tersebut jelas ada sanksi pidananya. Karena itu Perpustakaan Nasional harus lebih aktif dalam menjalankan undang-undang ini.

Undang-undang No 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan juga menurut Farli hanya menjadi senjata hiasan. Contohnya tentang pengangkatan seorang kepala perpustakaan dari tingkat nasional sampai di daerah. Lebih dari 90% perpustakaan di daerah dipimpin oleh orang yang tidak mempunyai kapasitas pengetahuan mengenai perpustakaan. Inilah salah satu penyebab mengapa perpustakaan di daerah tidak berkembang, karena memang tidak dikelola oleh orang-orang yang profesional.

Saat ini Perpustakaan Nasional juga sedang dalam proses memilih Kepala Perpustakaan Nasional. Karena itu Farli ingin DPR RI, melalui anggota Komisi X, untuk mengingatkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk memilih Kepala Perpustakaan yang benar-benar reformis dan punya ide-ide besar dalam pengembangan perpustakaan di Indonesia.

Farli juga mengingatkan untuk membentuk Dewan Nasional Perpustakaan sesuai amanat Undang-undang Perpustakaan. Sudah hampir 10 tahun sejak disahkan namun tetap belum dibentuk Dewan Nasional Perpustakaan. Padahal dewan ini dapat menjadi mitra strategis Perpustakaan Nasional dalam pengembangan perpustakaan di Indonesia.

Ketua FPPTI, Imam Budi, mengatakan ternyata masih banyak program-program tentang perpustakaan dan minat baca yang tumpang tindih antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Perpustakaan Nasional. Karena itu perlunya koordinasi yang lebih intensif antar lembaga tersebut agar program-program yang ada berjalan dengan sinergis.

Terakhir, Harkrisyati Kamil, salah satu pustakawan senior di Indonesia, ingin perpustakaan benar-benar menjadi mitra pemerintah dalam mendukung program-program pemerintah. "Dengan layanan perpustakaan yang ada mulai dari desa sampai provinsi, kami percaya jika kami dapat mendukung kerja-kerja pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera, bermartabat, dan juga cerdas," menurutnya. Pertemuan ini diharapkan juga tidak menjadi yang pertama dan yang terakhir. "Sinergi ini harus berjalan terus secara teratur sehingga kita tidak bicara di atas kertas saja, tetapi ke depannya kita ingin melihat implementasi dan perubahan benar-benar terjadi," katanya.

Tidak ada revolusi mental tanpa perpustakaan

"Tidak ada revolusi mental tanpa perpustakaan," demikian yang disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah saat menerima audiensi dengan tiga organisasi kepustakawanan di Indonesia, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (12/04/2016). Fahri Hamzah, yang saat itu didampingi oleh Nurhasan Zaidi, anggota Komisi X dari Fraksi PKS, ingin mencanangkan "Gerakan Kembali ke Perpustakaan". Menurut Fahri hal ini sudah tidak bisa didebat lagi, perpustakaan itu penting bagi sebuah bangsa, untuk menjaga sejarah bangsa, menjaga memori kolektif sebuah bangsa.

"Ini bencana besar, masih adakah perpustakaan dan pustakawan, karena kalau tidak ada, berarti kita mau menyerahkan memori bangsa ini kepada aplikasi dan gawai. Apakah itu hal yang positif atau negatif? Apakah perpustakaan sekarang ini menjadi tidak relevan? Untuk apa bicara tentang perpustakaan hari ini? Semua kan sudah digital, semua sudah bisa diakses," pungkasnya.

Fahri mengatakan bahwa negara ini akan kekurangan imajinasi karena maraknya gawai. "Semuanya minus baca, kita hanya membaca teks pendek, 140 karakter, imajinasi bangsa pun pendek. Akhirnya gosip lebih melimpah dibanding dengan tulisan-tulisan yang memiliki bukti ilmiah," katanya.

Lalu dengan adanya Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, di mana desa  dialokasikan dana hingga 1,5 miliar per tahun, ia juga ingin sebuah desa pun harus punya perpustakaan, punya pustakawan desa dan bahkan punya sejarawan desa jika perlu. Kampanyekan bahwa perpustakaan adalah tempat yang nyaman bagi masyarakat hingga ke desa-desa.

Sebagai langkah awal, Fahri Hamzah mengusulkan untuk diadakan sebuah seminar yang akan didanai dan difasilitasi oleh DPR RI. Menurutnya perlu ada orang yang memaparkan bahwa bangsa kita ini dalam ancaman bencana besar karena kita keluar atau melupakan perpustakaan dan seluruh yang terlibat di dalamnya, termasuk pustakawan.

Penulis : danies W R

 

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Web page addresses and e-mail addresses turn into links automatically.
  • Lines and paragraphs break automatically.
CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.
Image CAPTCHA
Enter the characters shown in the image.