Skip to content Skip to navigation

KEPUSTAKAWANAN, MASALAH SOSIAL, dan EPISTEMOLOGI SOSIAL - (bagian 1 dari 7)

KEPUSTAKAWANAN, MASALAH SOSIAL, dan EPISTEMOLOGI SOSIAL - (bagian 1) - oleh : Putu Laxman Pendit
Di tengah gempita dan gemuruh (dramatis banget, siiih.. ) pembicaraan di ruang zoom tentang solusi-solusi digital untuk perpustakaan yang sering melibatkan penjajaan (dan jualan.. ) aplikasi dan perangkat, saya tiba-tiba diundang untuk bicara bukan tentang itu!
Bukan tentang bagaimana menjadi pustakawan profesional dengan kepandaian menerapkan aplikasi komputer ...
Bukan tentang kemelimpahan data yang konon memungkinkan para "profesional informasi" menangguk gaji besar dan peluang menjadi konsultan, atau bekerja di perusahaan multinasional yang berkantor di awan (baca : cloud).
Bukan tentang bagaimana caranya pustakawan tampil di YouTube atau di Instagram supaya dapat "like" dalam bilangan ratusan ribu (belum jutaan, sih...) ...
Bukan ... bukan itu.. (sambil mengibas-ngibaskan tangan).
Saya diundang oleh mahasiswa-mahasiswa UIN Allaudin Makassar untuk bicara soal peran pustakawan dalam melawan intoleransi.
Ya ... intoleransi. Bukan otomatisasi. Bukan literasi informasi, apalagi katalogisasi.
Maka dengan senang hati saya menyampaikan kepada mereka bahwa Ilmu Perpustakaan dan Informasi (saya singkat IP&I) adalah ilmu sosial jua adanya, sehingga sarjana-sarjana lulusannya patut berperan dalam ikut memahami --kalau lah tidak ikut menyelesaikan-- masalah-masalah sosial.
Seperti kaset-rusak (dengan risiko tidak ada anak milenial yang ngerti apa maksudnya kaset, dan apanya yang rusak! ) saya pun bersemangat menjelaskan IP&I sebagai ilmu, bukan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan profesi.
Hal ini penting, sebab sudah berkali-kali ada seminar tentang IP&I yang menjebak pembicaranya ke diskusi tentang teknik penyelenggaraan perpustakaan berbantuan teknologi (ini memang sedang laris-larisnya).
Saya gunakan dua puluh menit pertama untuk membuat demarkasi yang jelas, bahwa IP&I adalah sebuah ilmu, dan bahwa pendidikan profesi adalah salah satu saja bagian dari IP&I yang secara idealnya bertumpu pada riset dan komunikasi ilmiah.
Tak pula lupa saya uraikan sejarah singkat IP&I dengan cara serupa seperti 20 atau 30 atau mungkin 100 uraian saya sebelumnya, untuk menegaskan bahwa ilmu ini sudah lama ada, dan masih ada sampai sekarang, walaupun akhir-akhir ini ada pihak di Indonesia yang giat sekali berusaha mengganti IP&I menjadi ..... menjadi ..... menjadi apa ya? ... entah menjadi apa... nggak jelas juga...
Di uraian-uraian itu lah saya tak pula lupa mencicil penjelasan tentang objek serta fokus perhatian IP&I, yaitu fenomena sosial. Objek IP&I bukan pekerjaan atau profesionalisme pekerja di perpustakaan-perpustakaan, tetapi perpustakaan dan pekerjanya dan penggunanya, dan masyarakatnya... semuanya itu sebagai sebuah fenomena sosial.
IP&I tidak fokus ke bagaimana pustakawan bekerja, bagaimana menggunakan alat-alat kerja, tetapi ke bagaimana perpustakaan berada, eksis, tumbuh-kembang, runtuh dan bangun lagi, berubah sejalan dengan perubahan masyarakatnya, dan seterusnya, dan sebagainya...
Para peneliti dan cendekia IP&I setidaknya sejak 1930-an oleh filsuf India Ranganathan dan sosiolog Amerika Pierce Butler digiring keluar dari kandang-kandang sekolah profesional, ke ladang-ladang ilmu yang hijau .... (emangnya kambing... hahahaha).
Selayaknya ilmu sosial, maka IP&I pun melihat segala sesuatu yang berkaitan dengan perpustakaan dan pekerjaan pustakawan --yang secara keseluruhan disebut kepustakawanan-- sebagai persoalan manusia berhubungan dengan manusia, dalam sebuah kehidupan bersama.
IP&I sejak Ranganathan dan Butler pula sudah menelisik dan menelaah kepustakawanan dalam kaitan dengan lingkungan sosial, nilai budaya, perkembangan politik negara, tradisi-tradisi terkait baca-tulis, mendongeng, sastra lokal, pengetahuan setempat, dan sebagainya.
Tambah tegas, tetapi tidak beringas, IP&I juga tergiring semakin merasuki ilmu-ilmu sosial ketika tahun 1950-an muncul tawaran untuk menggunakan Epistemologi Sosial sebagai salah satu landasan berpikir para peneliti dan ilmuwan IP&I.
Saya akan menjelaskan apa itu Epistemologi Sosial di IP&I lewat serangkaian tulisan berikutnya. Tapi di awal ini perlu terlebih dahulu dijelaskan bahwa Epistemologi Sosial yang digagas Jesse Hauk Shera (1903–82) bukanlah satu-satunya pemikiran sosiologi di IP&I dan bukan pula satu-satunya pemikiran sosiologi tentang pengetahuan.
Juga perlu dipahami dahulu bahwa Epistemologi Sosial bukanlah epistemologi ilmu. Bukan tentang bagaimana caranya sebuah ilmu memastikan kebenaran dari temuan-temuannya. Melainkan sebuah pemikiran tentang bagaimana pengetahuan berkembang di sebuah masyarakat.
Lebih spesifik lagi, Epistemologi Sosial tidak menyoal pengetahuan di individu sebagaimana halnya kalau kita bicara tentang kecerdasan dan pengetahuan seseorang; melainkan tentang pengetahuan yang secara bersama-sama dimiliki oleh sekumpulan masyarakat manusia.
Setelah meninggal di tahun 1982, pemikiran-pemikiran Shera dilanjutkan oleh sekelompok filsuf, termasuk Steve Fuller yang kemudian memformalkan kajian-kajian Shera sebagai kajian filosofis tentang Epistemologi Sosial, dan menerbitkan sebuah jurnal bernama sama.
Silakan ikuti "thread" tulisan saya di sini untuk memperjelas kaitan antara Kepustakawanan, Epistemologi Sosial, dan Masalah-masalah Sosial.

Bagian 2

Sumber: https://www.facebook.com/631103700433496/posts/1749180888625766/